Film Horor karya sutradara Almarhum Jeff Barnaby dengan judul Blood Quantum yang rilisnya tahun 2019 sebenarnya menurut kami lebih seperti film thriller yang menegangkan dan seru banget.
Saat George Romero mengukir namanya sebagai pionir genre horor zombie modern, dia tidak hanya menciptakan kisah-kisah zombie yang menyeramkan, tetapi juga menghadirkan lapisan pesan sosial yang mendalam dalam karya-karyanya.
Contoh yang sangat mencolok adalah pemikiran tentang ras yang diungkapkan dalam "Night of the Living Dead" pada tahun 1968, dan kritik terhadap konsumerisme yang tersembunyi dalam "Dawn of the Dead" pada tahun 1978.
Dalam konteks yang sama, "Blood Quantum" adalah salah satu film zombie yang meneruskan warisan berharga George Romero dengan cerdik. Film ini menggunakan metafora kiamat zombie sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan mendalam.
Film ini adalah karya dari sutradara berbakat keturunan Indian suku Miꞌkmaq, yaitu Jeff Barnaby.
Lewat film ini, Barnaby menciptakan gambaran suram tentang dunia distopia yang harus dihadapi oleh komunitas Miꞌkmaq setelah serangan zombie.
Yang seakan-akan menjadi deja vu mengenai pengalaman yang dihadapi oleh penduduk asli Kanada berabad-abad yang lalu pada masa kolonialisasi bangsa Eropa.
Film ini mencerminkan dampak sosial yang masih harus dihadapi oleh komunitas asli hingga hari ini.
Saat ini, genre horor zombie semakin terlupakan dan hilang pesonanya. Namun, "Blood Quantum" dengan segala kepiawaian dan ketajaman berhasil membuktikan bahwa genre ini masih memiliki ruang untuk berbicara dan memberikan pesan yang kuat.
Dalam pengaturan tahun 1981, "Blood Quantum" mengangkat latar belakang reservasi suku Indian Miꞌkmaq yang dikenal sebagai Red Crow Indian Reservation, berlokasi dekat kota Quebec.
Komunitas keturunan Indian ini dengan sengaja diisolasi dari populasi kulit putih yang mendominasi kota besar di seberang sungai, dengan satu-satunya akses yang menghubungkan mereka, yaitu sebuah jembatan besar.
Film ini dimulai pada saat awal wabah zombie yang mengguncang dunia. Semuanya berawal ketika seorang sesepuh suku Miꞌkmaq yang dihormati, Gisugu, menemukan bahwa ikan salmon yang dia tangkap tiba-tiba kembali hidup setelah mati.
Peristiwa aneh ini segera melibatkan putranya, Traylor, yang menjabat sebagai sherif di Red Crow Reservation.
Kita juga diperkenalkan pada karakter-karakter utama lainnya dalam "Blood Quantum": Joss, mantan istri Traylor, beserta putra mereka yang bernama Joseph, serta Lysol, anak pertama Traylor dari pernikahan sebelumnya.
Tidak butuh waktu lama sebelum wabah dan serangan zombie meluas di wilayah reservasi, kota di seberang sungai yang mayoritas dihuni oleh populasi kulit putih, dan bahkan mungkin di seluruh dunia.
Enam bulan berlalu, dan Red Crow Reservation telah berubah menjadi benteng pertahanan utama bagi para survivor di tengah kengerian wabah zombie.
Mayoritas dari mereka yang masih bertahan hidup adalah keturunan Miꞌkmaq, karena sepertinya keturunan Indian ini memiliki kekebalan alami terhadap virus mengerikan yang telah menghantui dunia.
Mereka dapat terluka atau bahkan tewas dalam serangan zombie, tetapi anehnya mereka tidak akan terinfeksi dan berubah menjadi zombie jika mereka meninggal.
Sebaliknya, manusia non-Indian sangat rentan terinfeksi dan menjadi pembawa virus yang mematikan.
Pilihan lokasi Red Crow Reservation menjadi tempat perlindungan menjadi sangat tepat di tengah kekacauan semacam ini. Lokasinya yang terpencil dari kota-kota besar yang mayoritas dihuni oleh populasi kulit putih membantu mencegah penyebaran virus yang lebih luas.
Sebelum wabah zombie melanda, komunitas Indian selalu menerima perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif dari warga kulit putih di kota seberang.
Salah satu contohnya adalah saat Traylor mencatat bahwa ambulans tidak akan pernah datang jika warga Miꞌkmaq membutuhkannya.
Namun, situasinya telah berubah drastis, dan reservasi ini kini menjadi satu-satunya tempat perlindungan yang dicari oleh para pengungsi, termasuk mereka yang tidak berasal dari keturunan Indian.
Para anggota komunitas Miꞌkmaq sekarang berperan sebagai pembuat peraturan dan penjaga dalam shelter ini, melindungi para penghuni dari ancaman zombie. Ini adalah perubahan besar dalam dinamika sosial yang ada sebelum wabah.
Untuk meminimalkan risiko penyebaran virus, kegiatan pengumpulan sumber daya (scavenging) menjadi tugas yang hanya boleh dilakukan oleh mereka yang berasal dari keturunan Indian.
Seperti banyak film zombie modern lainnya, konflik utama dalam Blood Quantum bukan berasal dari pertempuran melawan zombie, melainkan pertentangan antar manusia yang berbagi tempat perlindungan ini.
Sebagai pemimpin suku Miꞌkmaq, Traylor dan para pengikutnya tidak memandang warna kulit mereka yang berlindung di sana.
Semua orang diberikan perlindungan, asalkan mereka tidak terinfeksi. Namun, Lysol memiliki pandangan yang berbeda.
Baginya, melindungi warga kulit putih bisa menjadi ancaman bagi seluruh komunitas.
Cukup satu warga non-Indian yang terinfeksi dan berubah menjadi zombie dapat mengakibatkan kehancuran shelter ini.
Konflik semakin memanas, terutama antara Lysol dan saudara tirinya, Joseph, karena kekasih Joseph yang sedang hamil ternyata adalah seorang warga kulit putih.
Dalam diam, terbentuk dua faksi dalam komunitas Indian ini. Konflik internal mengancam keberlangsungan shelter ini, dan kekacauan benar-benar berasal dari dalam pertahanan tersebut.
"Blood Quantum" mungkin memiliki semua elemen yang diharapkan dalam film horor apokaliptik, khususnya dalam kategori zombie.
Namun, film ini jauh dari film zombie biasa, karena pada hakikatnya, sutradara Jeff Barnaby menggunakan wabah zombie sebagai metafora untuk merefleksikan sejarah pahit dan kenyataan yang diwarisi oleh kaumnya secara turun-temurun.
Film ini memperlihatkan cerminan kolonialisme bangsa Eropa yang telah membawa wabah cacar ke tanah Kanada dan mengambil alih kekuasaan sepenuhnya hingga saat ini.
Sementara itu, film ini juga menggarisbawahi isu-isu rasial dan diskriminasi yang telah lama dihadapi oleh masyarakat pribumi di tanah mereka sendiri.
Sebenarnya, istilah "Indian" bukanlah istilah yang akurat, karena merupakan warisan kolonial Eropa yang awalnya salah mengidentifikasi penduduk asli benua Amerika sebagai orang India.
Istilah yang lebih tepat adalah "Aboriginal" atau "Indigenous people." Di Amerika Serikat, mereka dikenal sebagai "Native Americans," sementara di Kanada (lokasi film "Blood Quantum"), mereka dikenal sebagai "First Nation People."
Sejarah masyarakat penduduk asli di Amerika dan Kanada telah dicoraki oleh pemisahan dan relokasi paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial kulit putih, dan dampaknya masih terasa hingga hari ini.
Reservasi seperti Red Crow yang digambarkan dalam "Blood Quantum" adalah contoh nyata dari pemisahan sosial yang semakin hari semakin menghancurkan peran dan budaya penduduk asli, sebuah isu yang dinyanyikan secara lantang oleh Rage Against The Machine dalam lagu "Take the Power Back."
Bahkan judul film, "Blood Quantum," merujuk pada sistem pengukuran "darah Indian" dalam konteks federal di Amerika dan Kanada, di mana seseorang akan memiliki tingkat "darah Indian" yang tercatat dan bersertifikat.
Inilah mengapa pesan tersirat dalam film ini mungkin akan lebih relevan bagi penonton di Kanada dan Amerika Serikat, terutama mereka yang memiliki darah keturunan asli.
Melalui "Blood Quantum," Jeff Barnaby mengirimkan pesan-pesan yang berani untuk komunitasnya, dan ia melakukannya dengan cara yang sangat halus.
Saya juga menghargai bagaimana film ini menggambarkan penduduk asli Amerika, yang seringkali digambarkan sebagai masyarakat kelas dua dalam banyak film horor.
Stereotip yang seringkali terkait dengan mereka dalam film-film lain, seperti praktik ritual aneh, dukun tua, ilmu hitam, dan voodoo, dengan karakter kulit putih sebagai pahlawan, semuanya ditegaskan ulang di dalam film horor.
Tentu saja, terdapat elemen rasisme yang tak terhindarkan dalam penggambaran identitas tersebut dalam kultur horor.
Sebagai seorang pembuat film keturunan suku Miꞌkmaq, Jeff Barnaby memanfaatkan kesempatan langka ini untuk membuktikan bahwa komunitasnya tidak harus selalu diidentifikasi dengan stereotip negatif dalam film horor.
Dengan "Blood Quantum," ia membuktikan bahwa cerita-cerita masyarakat pribumi dapat menjadi bagian integral dari dunia film horor yang inovatif.
No comments:
Post a Comment